Malam Pertama Si Rubah yang Berakhir Klimaks

Malam Pertama Si Rubah yang Berakhir Klimaks

BD - Perjalanan Leicester City dalam mempertahankan titel Premier League (EPL) boleh saja terseok-seok. Namun petualangan mereka di Champions League (UCL) kelihatannya cukup menjanjikan.

Terbukti di partai perdana mereka kemarin, 'Si Rubah' berhasil melumat wakil Belgia yang merupakan langganan di ajang ini Club Brugge dengan tiga gol tanpa balas. Gol dari Marc Albrighton dan brace Riyad Mahrez dalam rentang satu jam pertama menjadi penanda sejarah tersebut.

Statistik mengatakan bahwa kemenangan atas Brugge hanya-lah pertandingan kesembilan mereka di ajang Eropa sepanjang 132 tahun sejarah klub ini berdiri.

Pembaca, terlalu jauh memang berbicara peluang Leicester untuk menjuarai ajang ini. Namun tanyakan kepada fans Leicester bagaimana berbunga-bunganya hati mereka belakangan ini dapat melihat jagoannya bertarung di ajang antar klub paling bergengsi di muka bumi ini. 

Meski tidak pernah secara langsung mengumbar, namun pelatih Claudio Ranieri jelas sudah cukup puas apabila mampu membawa pasukannya lolos dari Grup G yang dihuni Copenhagen, FC Porto dan Brugge.

"Mustahil memenangkan Champions League," ungkap Ranieri, pada konferensi pers sehari sebelum menghadapi Brugge.

"Ada begitu banyak tim besar, untuk melakukannya kami harus kembali menulis dongeng," tutur pelatih yang membawa Leicester memuncaki Premier League musim 2015-16.

Sebanyak 1400 tiket dialokasikan bagi fans Leicester untuk mengunjungi Jan Breydelstadion, kandang Brugge. Namun dilansir dari BBC lebih banyak lagi pendukung 'The Foxes' yang terbang ke Belgia untuk merayakan 'malam pertama' Leicester.

Dan, beruntung karena mereka dapat menyaksikan tim yang mungkin menjadi belahan hati mereka mampu klimaks dengan mengandaskan Brugge.

Namun, tantangan sebenarnya bukan di sini. Melainkan bagaimana mempertahankan Leciester setidaknya konsisten tampil di kompetisi lokal kasta tertinggi.

Ibarat biduk rumah tangga baru, di awal-awal semua biasa terasa indah dan hangat. Namun tantangan sesungguhnya sudah menunggu di depan. Seperti kata orang bijak: "Lebih sulit mempertahankan daripada merebut". Itulah sesungguhnya PR 'The Foxes'. 

Kita masih ingat bagaimana Leeds United menyeruak ke persaingan elit papan atas Liga Inggris dan UCL di awal 2000an. Mereka bahkan sempat mencapai babak semifinal UCL musim 2000-01 sebelum dihentikan Valencia.

Namun setelah itu pelah tapi pasti performa mereka melempem. Salah satunya kesalahan perhitungan di lapangan maupun di neraca keuangan yang berujung pada penjualan sejumlah pemain. Di antaranya Rio Ferdinand, Paul Robinson, Jonathan Woodgate, Robbie Keane, Mark Viduka, dan banyak Lagi.

Puncaknya Leeds harus masuk ke 'administrasi' tahun 2007 dan bagai yoyo turun naik ke League 1 dan Championship.

Nah.. mengacu kepada contoh kasus di Leeds, Leicester patut berkaca dan antisipatif agar dongeng yang mereka rajut tidak berakhir tragis seperti Leeds yang sekarang berkutat di Champoinship Division.

Sedikit keberuntungan saat ini EPL memasuki masa keemasan paling tidak dari aspek finansial. Sehingga kalau Ranieri bijak dalam mengelola keuangan terutama di bursa transfer, bukan tidak mungkin legacy atau warisan Ranieri akan terus dapat dinikmati sampai puluhan bahkan ratusan tahun ke depan.

 

|| @harispardede ||

Berita Terkait