Suriah: "Merajut Mimpi 270 Menit di Tengah Kecamuk Perang"

Suriah: "Merajut Mimpi 270 Menit di Tengah Kecamuk Perang"

BD - Ketika semua orang membicarakan nasib Belanda yang hampir pasti gagal lolos ke putaran Piala Dunia (PD) atau mesin Argentina dengan Leo Messi-nya yang mogok di fase Kualifikasi. Suriah, negara yang tengah hancur lebur dipapah perang saudara justru tengah merajut dongeng seksi mereka. 

Sore ini (10/10), Suriah akan menjalani leg kedua babak play-off zona Asia menghadapi 'new kids on the block' Australia. Di kesempatan pertama Suriah menahan imbang The Socceroos 1-1. Artinya di Stadium Australia, Sydney nanti Suriah hanya butuh hasil imbang dengan minimal mencetak dua gol atau yang penting menang dengan skor berapapun. 

Tidak mudah memang! Namun dongeng tak pernah berbohong. Banyak kisah 'David' yang memenangkan pertarungan atas 'Goliath'. Ambil saja dalam satu dekade terakhir. 

Irak misalnya yang paling apple to apple dengan Suriah. Kala itu tahun 2007 di tengah kecamuk perang 'Negeri 1001 Malam' itu mampu menggondol trofi Piala Asia yang kebetulan diselenggarakan di Indonesia. 

Atau lihatlah Leicester City yang mampu berenang hingga finish di tengah lautan poundsterling klub-klub raksasa Premier League ketika memuncaki musim 2015-16! 

Atau Islandia yang menumbangkan Inggris di fase knockout Euro 2016. Negara mungil ini malah mampu menembus putaran final PD 2018 untuk pertama kali dengan menyingkirkan negara-negara kuat lainnya di Grup I semacam Croatia dan Ukraina. 

Kembali ke Suriah. Mengikuti jejak Irak, Leicester maupun Islandia tentu tidak mudah. Tapi seorang fighter selalu punya 1000 alasan untuk berhasil sementara seorang looser selalu punya satu alasan untuk menyerah. 

Dari masa ke masa orang selalu memandang selalu sebelah mata negara berpenduduk 17 juta jiwa ini. Faktanya mereka memang tak punya CV mentereng di kancah internasional kecuali di Pan Arab Games tahun 1957. 

Jalan terjal sudah pasti menanti. 'The Qasioun Eagles' harus melewati 90 menit hadangan Australia Pk. 16.00 WIB sore ini. Kalau berhasil, mereka harus berhadapan dengan peringkat 4 zona CONCACAF yang kemungkinan besar antara Panama atau Honduras. 

Seperti yang saya katakan total masih ada setidaknya 270 menit perjuangan panjang untuk merajut mimpi itu! 

Saya berpihak? Ya! Berpihak agar Suriah-lah yang mengambil satu tiket itu. Bukan apa-apa, dalam banyak kesempatan sering kali keberhasilan sepak bola dapat mengurangi tensi ketegangan sebuah negara (paling tidak sementara). 

Tengoklah apa yang terjadi di Pantai Gading saat mereka lolos ke PD 2006 di Jerman. Atau ketika Perancis memuncaki PD 1998 saat mereka bertindak sebagai tuan rumah. 

"Perancis bersatu untuk sementara melupakan perbedaan yang ada di keseharian," begitu kata Mariam, tuan rumah tempat saya menginap di Marseille ketika meliput Euro di Perancis tahun lalu. Ngga usah jauh-jauh.. sekeras apapun perbedaan pandangan di tanah air, cair ketika Boas Solossa dkk tampil di atas lapangan.

Kecamuk perang saudara di Suriah memang benar-benar menghancurkan sendi-sendi kehidupan negara pimpinan Bashar al-Assad ini. Kota-kota yang tadinya begitu indah dan damai kini tak berbentuk. Kebencian merupakan sarapan pagi mereka! Salak senjata dan dentuman meriam menjadi lantunan indah anak-anak. Bau mesiu menjadi aroma semerbak keseharian mereka.

Dalam keadaan seperti ini menjadi ironis. Karena sepak bola yang katanya olahraga banyak sentuhan fisiknya dan kerap diwarnai kekerasan seperti perkelahian antar suporter justru berpeluang menjadi serum yang paling mujarab bagi perdamaian (mudah-mudahan) kekal bangsa Suriah. 

Mudah-mudahan... 

 

@harispardede

Berita Terkait