Tabarez dan Sejarah Besar Uruguay

Tabarez dan Sejarah Besar Uruguay

BD – Warisan menantang diwariskan kepada pemenang pertama Piala Dunia. Ini adalah sumber insiprasi bagi pelatih Uruguay, Oscar Tabarez.

Pelatih 71 tahun itu telah menyaksikan semuanya. Pada 1990, dia memimpin La Celeste di Piala Dunia di Italia. Mengamankan kemenangan pertama timnas di panggung besar sejak 1970, sebelum akhirnya menyerah kepada tuan rumah di babak 16 besar.

Kemenangan 1-0 atas Korea Selatan di Udine memberikan ketenangan bagi para penggemar lama sepakbola negara itu. Tabarez sukses membawa Uruguay kembali ke posisi teratas negara tersebut.

Setelah 16 tahun di level klub, bekerja dengan Boca Juniors, AC Milan, dan Velez Sarzfield, Tabarez belum puas. Dia kembali menukangi timnas. Tabarez mengemudikan skuad yang luar biasa. Diego Forlan, Luis Suarez, dan Edinson Cavani sampai ke semifinal Piala Dunia 2010. Lalu di tahun berikutnya, mereka menyegel kemenangan Copa America.

Lahir di Montevideo pada 1947, Tabarez tumbuh di era ketika sepakbola Uruguay mendominasi. Tuan rumah perdana dan juara pada tahun 1930. Mereka kembali mengangkat trofi pada 1950. Uruguay menaklukkan Brasil di final. Tabarez secara konsisten mewarisi tantangan hidup untuk menuntut Uruguay.

“Pada awal sepakbola yang diperkenalkan oleh Inggris, kami benar-benar sebuah kelompok besar. Kemudian kami kehilangan gaung kami dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ketika saya memiliki tiga atau empat tahun cuti, tidak bekerja di sepakbola, saya banyak berpikir tentang ini, bagaimana Uruguay bisa mendapatkan kembali kejayaanya, kembali ke peta,” cerita Tabarez.

“Dan saya pikir, secara sederhana kami telah mencapai ini. Kami adalah lawan yang sulit. Anda dapat mengatakan kami bukan juara, tapi dari sudut pandang kami, budaya sepakbola kami, ada sangat sedikit negara seperti itu, dan Uruguay adalah salah satunya bersama Argentina dan Brasil di Amerika Selatan,” lanjutnya.

“Di Eropa, ada Inggris, Jerman, dan Spanyol mungkin. Tetapi itu tidak terjadi pada tahun 1920-1n dan 30-an ketika Uruguay adalah kelompok besar,” tambahnya.

Didiagnosis dengan penyakit neurologis Guillain-Barre sindrom dua tahun lalu tidak mencegah Tabarez melanjutkan pekerjaannya. Meski harus menggunakan kruk dia tetap bersemangat dan ini patut dicontoh.

Beberapa wartawan bahkan menyebutnya sebagai ‘maestro’. Dengan semua yang sudah dia lewati, dia pantas menyandang status tersebut. Tabarez juga menjawab pertanyaan tentang gambaran para pendukung yang bersorak-sorai di belakang tim selama masa jabatannya.

“Ketika saya melihat anak-anak yang sangat muda menonton pertandingan di sekolah, itulah yang biasa kami lakukan, dengan ijin dari otoritas sekolah. Sepakbola adalah agama di Uruguay. Mereka suka dengan kemenangan, gol di akhir pertandingan, dan kemudian berlari keluar ke taman bermain dengan cara yang berbeda. Anak-anak tidak akan pernah melupakan pengalaman itu,” papar Tabarez.

“Kami memiliki koneksi sekarang antar generasi. Uruguay di cat biru muda. Bendera, balon, monumen, penyebrangan jalan, saya merasa bangga dan saya ingin mengungkapkan ini. Jika kami memenangkan pertandingan lain seperti yang kami lakukan di Afrika Selatan, saya mendapat surat dari wanita, mereka akan mengatakan dulu saya benci sepakbola tapi setelah pertandingan, saya pergi ke jalan dan memeluk orang. Dan ini adalah bagian dari apa yang kami lakukn di lapangan,” tambahnya.

Perjalanan La Celeste di Piala Dunia 2018 Rusia belum usai. Setelah menang 1-0 atas Mesir, mereka akan melanjutkan kampanye Grup A dengan bertemu Arab Saudi malam ini. Tabarez sudah mempersiapkan semuanya dan dia berharap negaranya meraih hasil besar.

Sepakbola mengubah Uruguay. Laki-laki, wanita, dan anak-anak, rawatlah Oscar Washington Tabarez, Asosiasi Sepak Bola Uruguay.

 

Berita Terkait