Momen Pep Menghapus "Trauma 2021"
BD - Bagi Pep Guardiola, ada satu hal yang terus menghantuinya selama ini. Apa itu? Titel Champions League (UCL) buat Manchester City!
Meski sudah 34 trofi dikoleksi Pep selama ini sebagai manajer, baik di Barcelona, Bayern Munchen dan City, tapi kita semua tahu itu tak lantas membuat Pep happy.
Materi pemain, infrastruktur, bahkan durasi melatih semua sudah diberikan City kepada pria asli Catalan ini. Terhitung, Pep merupakan pelatih paling lama kedua di EPL saat ini, yakni tujuh tahun.
Hanya kalah dari Jurgen Klopp selisih satu tahun. Klopp masuk Liverpool pada 2015, Pep setahun setelahnya. Namun demikian 'Si Kuping Besar' masih belum mau mampir ke kabinet trofi di Etihad Stadium.
Dua tahun lalu, kesempatan itu sebenarnya hadir di hadapan dia. Namun disia-siakan begitu saja.
Berhadapan dengan Chelsea yang kala itu di bawah kendali Thomas Tuchel, City berada di atas angin. Praktis diunggulkan oleh hampir seluruh pengamat sepakbola. Wajar, City memang unggul segalanya dari Chelsea.
Namun di luar dugaan Pep melakukan gambling (kalau tidak mau disebut meremehkan lawan) dengan membangku-cadangkan Fernandinho. Alih-alih, Pep malah bermain tanpa DM murni.
Hampir tak ada yang menyangka Pep melakukan itu! Padahal, saat itu Fernandinho terhitung masih gacor alias perform.
Alhasil City harus mengakui keunggulan Chelsea lewat gol tunggal Kai Havertz di menit 42, menyambut umpan kunci dari Timo Werner. Ironisnya kedua pemain tersebut sebenarnya hampir tidak pernah cemerlang selama berkiprah di Stamford Bridge, bahkan hingga Werner akhirnya di buy back oleh RB Leipzig.
Pep baru menyadari kesalahannya saat memasuki babak kedua. Tepatnya menit 64, Fernandinho (akhirnya) dimasukkan dengan mengorbankan Bernardo Silva.
But it's too late!
Tepung sudah menjadi mie. Tuchel lantas memerintahkan Thiago Silva dkk bertahan total dari gempuran para pemain City guna mengamankan keunggulan. Dan berhasil!
Sebaliknya, City gagal merengkuh trofi idaman mereka yang sudah di depan mata. Saya yang kala itu menyaksikan pertandingan tersebut bisa dengan jelas melihat bagaimana raut kekecewaan terpancar jelas di raut wajah Pep.
Perjudiannya dengan mencadangkan Fernandinho benar-benar harus dibayar mahal dengan lepasnya gelar idaman tersebut.
Dua tahun berselang, kesempatan itu kembali hadir. Belajar dari dua musim terakhir, kali ini Pep nampaknya benar-benar mempersiapkan semuanya dengan perfect. Pep konon melarang para pemain City untuk melakukan selebrasi berlebihan apalagi pawai terkait keberhasilan mereka merengkuh Premier League (EPL) dan FA Cup.
Pep sadar itu semua bukan tujuan utama City. Merebut titel EPL dan FA Cup saja tak akan pernah diingat oleh fans. Tapi trofi UCL? Nama Pep akan terukir selamanya di hati para pendukung The Citizens.
Teman-teman, tulisan ini sengaja saya buat untuk mengajak kita semua menebak seperti apa kira-kira isi hati dan kepala Pep jelang final Sabtu (10/6) besok.
Final kali ini sebenarnya mirip dengan final 2021. Dengan segala hormat kepada Interisti, City dihadapkan pada tim yang di atas kertas bisa mereka taklukkan. Inter Milan!
Ini mungkin kesempatan terbaik dan bisa jadi terakhir untuk menghentikan mimpi buruknya selama ini agar bisa tidur nyenyak.
No room for error! Tidak ada ruang bagi kesalahan sekecil apapun!
Sejauh ini eks pemain Barcelona, AS Roma, Brescia, AS Roma, Al Ahli dan Dorados tersebut sudah melewati satu per satu rintangan dengan sempurna.
Salah satunya melakukan rotasi dengan baik. Sehingga, pemain inti tetap mendapatkan 'minute play' yang cukup agar tidak kehilangan touch-nya, tapi juga jangan terlalu hectic alias kelelahan yang bisa berakibat cedera.
Begitu pula dengan pemain pelapis (walau kualitasnya hampir setara). Mereka juga perlu dijaga kebugarannya baik fisik maupun mental dengan memberikan minute play yang mumpuni.
Sehingga, di Attaturk Olympic Stadium nanti, seandainya tenaga mereka dibutuhkan dengan alasan apapun mereka sudah siap 100%. Karena kita tidak pernah tahu apa yang terjadi jelang dan selama final nanti. Bisa cedera atau ada pemain yang terkena kartu merah, dan harus ada peran dari pemain cadangan.
Namun ibarat pelari marathon, momen paling menguras baik tenaga dan pikiran justru saat mendekati garish finish.
Ketenangan dan pengalaman Pep selama ini akan berperan besar bagi mental pasukannya. Tidak boleh ada lagi perjudian yang tidak perlu seperti 2021.
Seperti pepatah klasik: "Don't change the winning team!"
Kalaupun ada perubahan, sejatinya itu karena mandatori atau wajib. Yakni apabila ada cedera yang tentunya kadang sulit untuk diprediksi.
Skuad terbaik City memang sudah bisa ditebak. Mulai dari Ederson, Kyle Walker, Ruben Dias, Manuel Akanji di belakang. Lantas ada double pivot John Stones dan Rodrigo alias Rodri. Serta kwartet maut Bernardo Silva, Jack Grealish, Ilkay Gundogan dan Kevin de Bruyne. Serta, tentunya the one and only Erling 'Si Gondrong' Haaland.
Saya yakin seyakin-nya sarting ini yang akan ditampilkan oleh Pep di final nanti menghadapi pasukan Simone Inzaghi. Kecuali Pep ngga mau belajar dari Trauma 2021.
Haris Pardede
ISTANBUL
Berita Terkait
UEFA Tolak Penghapusan Extra Time!
Irfan Bachdim: "Bawa Pulang Piala AFF!"
Divisi Utama Tanpa Pemain Asing, Liga Utama "2+1"
CR7 Sabet "Pemain Terbaik FIFA"
Semen Padang FC Dapatkan Tambun Naibaho, PSMS "Gigit Jari"
Courtois: "Kami Tak Butuh Diego Costa"
PSMS Tunggu Pemain "Buangan" PS TNI
Erick Weeks: "Aku Ingin di Persib Sampai 2021"
Schuster: "Madrid Cocok untuk Aubameyang"